Berita Banyuwangi – Migrant CARE merupakan organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang memiliki fokus pada advokasi untuk isu pekerja migran Indonesia sejak tahun 2004. Dalam kerja-kerja Migrant CARE terutama dalam penanganan kasus pekerja migran Indonesia, terdapat persinggungan isu mengenai ekstremisme kekerasan mengarah pada terorisme terutama di beberapa tahun terakhir. Migran Care Banyuwangi menggelar diskusi tentang Pencegahan Kekerasan Ekstrimesme (CVE) Dikomunitas Desbumi Banyuwangi acara dilakukan di Hotel Surya Jajag , Rabu (20/11/2024).
Dialog ini diikuti oleh BNPT dan beberapa perwakilan Desbumi,Perangkat Desa,Serikat Buruh Migran Indonesia,Bumiwangi,KPI Banyuwangi,Garda PMI Banyuwangi,KKBS (Kelompok Kerja Bina Sehat Banyuwangi),Pusat Bantuan Hukum Banyuwangi,Karang Taruna,Stapa Center Dan Akademisi
Penyebaran ideologi ekstrimisme kekerasan terus berkembang dari waktu ke waktu, dilakukan secara sporadis dan berkala masif dengan berlatar keagamaan (mayoritas) meskipun ada juga yang tidak berlatar belakang keagamaan. Proses perekrutan juga dilakukan secara luring/offline dengan memanfaatkan teknologi informasi dan media online.
Menyikapi kerentanan pekerja migran Indonesia terpapar ekstremisme kekerasan, Sejak tahun 2023 hingga 2024, Migrant CARE bekerja sama dengan BNPT, dan BP2MI, meluncurkan serangkaian alat advokasi mulai dari adanya modul pencegahan ekstremisme.
Oleh karenanya, untuk mendukung pencegahan dan penanggulangan ekstrimisme khususnya bagi Pekerja Migran Indonesia di Banyuwangi, kebutuhan untuk membunyikan modul pencegahan bagi ekstremisme di tingkat komunitas menjadi penting, maka Migrant CARE Banyuwangi melakukan kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Extrimisme (Cve) Di Komunitas Desbumi Banyuwangi melalui Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) agar semakin banyak calon pekerja migran, purna pekerja migran dan keluarga pekerja migran memahami bahaya kekerasan ekstremisme.
Migrant Care Jakarta , Mulyadi menyampaikan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi pekerja migran Indonesia saat ini adalah terkait risiko kekerasan ekstremisme.
“Tantangan terbesar adalah kurangnya akses informasi dan pendidikan terkait ancaman kekerasan ekstremisme di kalangan pekerja migran. Banyak pekerja migran rentan terhadap propaganda karena isolasi sosial, minimnya dukungan komunitas, dan paparan terhadap kelompok-kelompok ekstremis di negara tujuan.”ujar Mulyadi.