Banyuwangi – Pagelaran tari kolosal Gandrung Sewu bakal dihelat kembali pada 29 Oktober 2022 mendatang. Seribu penari terus berlatih untuk menyukseskan event Banyuwangi Festival (B-Fest) yang masuk salah satu agenda pariwisata nasional dari Kementerian Pariwisata RI tersebut.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan jika event yang digelar sejak 2012 itu, bisa menjadi momentum untuk membangkitkan kembali pariwisata Banyuwangi.
“Sebagaimana instruksi Bapak Presiden, semuanya diminta untuk berwisata di dalam negeri, demi menjaga perekonomian bangsa. Untuk itu, kita perlu juga menyambut instruksi tersebut dengan baik. Salah satunya dengan menggelar event wisata yang terbaik,” imbuhnya.
Setelah terjeda pada 2020, Gandrung Sewu sempat dilakukan pada tahun lalu. Namun, konsepnya dilakukan secara virtual di berbagai tempat. Tidak hanya di Banyuwangi, tapi juga di sejumlah kota di Indonesia dan dunia dimana terdapat Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) di tempat itu.
“Maka pada tahun ini, kita gelar secara langsung di Pantai Boom pada 29 Oktober ini,” terang Ipuk.
Gandrung sewu kali ini mengusung tema Sumunare Tlatah Blambangan yang bermakna Kilau Bumi Blambangan. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, MY Bramuda, tema ini diambil sebagai spirit Banyuwangi bangkit seusai menghadapi pandemi. “Ini sesuai dengan tagline yang dicetuskan oleh Bupati Banyuwangi, yakni Banyuwangi Rebound,” ungkapnya.
Inspirasi tersebut berangkat dari kisah Banyuwangi semasa masih menjadi kawasan Kerajaan Blambangan. Kala itu, kerajaan dilanda wabah. Bahkan, sang putri raja bernama Dewi Sekardadu, terjangkit. Tak seorangpun mampu menyembuhkan. Hingga nanti datang seorang ulama bernama Syekh Maulana Ishak ke Blambangan.
“Kedatangan Syekh Maulana Ishak yang berhasil menyembuhkan wabah di Blambangan inilah yang menjadi fragmen utama dalam Gandrung Sewu kali ini,” papar Bramuda.
Bramuda juga menyebutkan bahwa event kali ini mendapat respons luar biasa dari kalangan pelajar di Banyuwangi. Hampir 3.000 pelajar dari tingkat SD dan SMP yang turut ikut seleksi dan tersaring 1.248 peserta. “Tidak hanya dari sekolah umum. Ada juga dari madrasah dan sekolah berbasis pesantren yang turut seleksi,” tegasnya.
Mengikuti event sebesar Gandrung Sewu memang memberikan kebanggaan sendiri bagi pesertanya. Hal ini sebagaimana yang diakui oleh Moza Kurnia Natasya. “Senang sekali bisa berhasil lolos seleksi ikut Gandrung Sewu tahun ini,” ungkap siswi SMPN 1 Tegalsari itu.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Andini Masayu. Siswi SMPN 1 Purwoharjo yang telah ikut Gandrung Sewu kali ketiga ini, mengaku selalu antusias untuk berlatih dan ikut seleksi. “Pengen ikut terus. Seru rasanya,” ujar gadis yang mengaku berlatih tari sejak TK itu.
Kebanggaan serupa juga terlihat dari para orang tuanya. Seno Putri dari Desa Kedunggebang, Kecamatan Tegaldlimo rela menempuh perjalanan lebih dari satu jam demi menyaksikan kedua cucunya berlatih di Stadion Diponegoro. Padahal, seluruh peserta latihan telah didampingi petugas dari sekolah maupun dari kecamatan.
“Rasanya bungah (senang), bisa lihat anak-anak menari di sini. Tidak semuanya loh bisa ikut,” pungkasnya. (*)