Madiunan, 28 Februari 2025 – Nyekar, tradisi tahunan menjelang Ramadhan, kembali digelar di Kampung Madiunan. Sejak fajar menyingsing, para pemuda dan warga berkumpul, membawa bunga, air mawar, dan Al-Qur’an, berjalan beriringan menuju kompleks pemakaman desa.
Ketua panitia, Deni, memimpin jalannya acara yang dimulai pukul 07.00 WIB dengan khataman Al-Qur’an. Suara ayat suci menggema di udara, sementara warga duduk bersimpuh di samping pusara keluarga, melafalkan doa dengan penuh khidmat.
Namun, di tengah kekhusyukan, suasana berubah ketika seorang pemuda bernama Mamat menunjuk ke sebuah nisan tua yang ditumbuhi lumut. Di atasnya, tergeletak bunga melati segar, seolah baru diletakkan. Yang mengherankan, tak seorang pun mengaku telah menaruhnya.
Deni menenangkan warga yang mulai berbisik cemas. “Ini pertanda baik, mungkin ada ruh yang berbahagia karena doa kita,” ujarnya.
Acara berlanjut dengan tahlil dan doa bersama, diiringi angin lembut yang menyapu pemakaman, seakan membawa pesan dari mereka yang telah pergi. Bagi warga Kampung Madiunan, nyekar bukan sekadar ritual, tetapi juga jembatan spiritual yang menghubungkan mereka dengan leluhur.
Menjelang 16.00 WIB, kegiatan selesai. Sebelum pulang, Deni berpesan, “Kita tidak hanya datang untuk mengenang, tapi juga untuk mengingat bahwa suatu hari nanti, kita pun akan berada di sini.” Kata-katanya membuat semua terdiam, sebelum akhirnya meninggalkan makam dengan hati yang lebih damai
Nyekar di Kampung Madiunan bukan sekadar ritual, tetapi pengingat bahwa kehidupan dan kematian adalah bagian dari perjalanan yang harus dihormati. Dengan doa dan penghormatan, warga berharap keberkahan bagi yang telah tiada dan yang masih hidup.