Wajib di 11 Kota dan Kabupaten
Mulai 1 Juli 2022 pembelian bensin di SPBU Pertamina wajib menggunakan aplikasi My Pertamina. Ketentuan ini akan diuji coba pemberlakuannya di 11 kota.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution menjelaskan peraturan ini dikhususkan untuk bensin bersubsidi, yakni Pertalite dan Solar.
Sepuluh kota pertama yang akan menjadi uji coba adalah Kota Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Kabupaten Ciamis. Adapula Kota Padang Panjang, dan Kabupaten Tanah Datar dan dan Kota Sukabumi.. Selain itu juga Kota Banjarmasin, Bandung, Tasikmalaya, Manado, dan Yogyakarta
Alfian menjelaskan penggunaan aplikasi My Pertamina bertujuan agar penyaluran bensin bersubsidi jatuh di konsumen yang tepat dan mudah diketahui. Selama ini BBM bersubsidi telah dibatasi kuota. Sayangnya saat ini penyalurannya jatuh ke konsumen yang tak tepat.
“Masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website mypertamina.id” ujar Alfian seperti ditulis Satu Viral.
Kemudian masyarakat mengunduh aplikasi My pertamina. Lalu masukkan informasi diri ke menu pendaftaran. Dokumen yang dibutuhkan yaitu: KTP, STNK, Foto Kendaraan, dan dokumen pendukung lainnya.
“Tinggal menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar. Kalau berhasil, akan dikirim notifikasi ke email,” katanya.
Pengguna yang sudah berhasil terdaftar akan mendapatkan QR code khusus. Kode ini yang menunjukkan bahwa data telah cocok dan warga bisa membeli Solar atau Pertalite.
“Yang terpenting adalah memastikan menjadi pengguna terdaftar di website MyPertamina. jika seluruh data sudah cocok maka konsumen dapat melakukan transaksi di SPBU dan seluruh transaksinya akan tercatat secara digital,” ujar Alfian.
Pendaftaran ini akan dimulai per 1 Juli 2022. Melalui mekanisme ini Pertamina berharap dapat mengetahui siapa saja konsumen yang membeli pertalite dan Solar
Banjir Protes dari Masyarakat
Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar, Banten dan DKI Jakarta, Firman Turmantara menentang kebijakan ini. Menurutnya ketentuan ini merupakan bentuk pemaksaan pada konsumen.
Seharusnya, ia melanjutkan, setiap kebijakan dalam pemilihan satu metode atau cara harus ada pilihan.
“Hak memilih itu termasuk dalam hak asasi manusia. Seharusnya tetap harus ada pilihan. jadi memberikan kemudahan bagi masyarakat,”tegas Firman.
Sementara itu warga Bandung, Fikry juga menolak kebijakan itu. Fikry berujar tidak semua masyarakat Indonesia mahir penggunaan teknologi.
“Pemerintah harus memahami gak semua orang paham teknologi. Ribet buat orang tua. Masak mau beli bensin harus beli Hape dulu,” kata Fikri.
Aturan ini justru menurutnya akan mempersulit masyarakat kecil untuk mendapatkan BBM bersubsidi. Pasalnya masyarakat bawah yang paling tidak paham teknologi.
Sumber Satuviral.com