Terpikat “Bunga Desa” di Banyuwangi

Bagikan Artikel

GERAKANNYA begitu cekatan, sapanya begitu melekat di hati dan perhatiannya sangat memesona semua warga desa. Semua keluhan dan harapan, dicobanya untuk dituntaskan satu per satu. Bukan sekadar “pemanis”, tetapi sudah menjadi tekadnya sejak awal. Bunga desa yang selama ini memikat kaum pria dan menjadi perhatian banyak kalangan, tetapi di Banyuwangi, Jawa Timur kehadiran “bunga desa” menjadi solusi dari warga pedesaan. Bunga desa yang dimaksud di Banyuwangi ini adalah: bupati ngantor di desa. Kabupaten Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa dan merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur, bahkan di tanah air, memiliki luasan 5.782,50 kilometer persegi. Luas Kabupaten Banyuwangi melebihi luas Pulau Bali. Memiliki 217 desa dan kelurahan, yang terbagi ke dalam 25 kecamatan. Garis pantainya sepanjang sekitar 175,8 km dan memiliki 10 pulau. Hingga paruh 2000-an, Banyuwangi dikenal publik sebagai wilayah yang sarat dengan “mistis” dan lamban dalam kemajuan daerahnya dibandingkan daerah-daerah lain di Jawa Timur. Kerap orang Banyuwangi ketika itu, jika ditanya dari mana asalnya selalu menyebut dari Surabaya. Jika dipertegas Surabaya yang mana, baru dibilangnya Banyuwangi. Padahal antara Banyuwangi dan Surabaya berjarak 307,7 kilometer jika melalui Jalur Pantura. Banyuwangi baru naik “pangkat” saat Abdullah Azwar Anas menjadi kepala daerah selama dua periode (21 Oktober 2010 – 17 Februari 2021). Bupati-bupati Banyuwangi sebelumnya berakhir di penjara karena kasus rasuah. Sejak Anas menjabat, warga Banyuwangi begitu bangga dengan daerahnya. Sebutan “Osing Deles” begitu membanggakan siapa saja. Suku Osing atau suku Using adalah penduduk asli daerah Banyuwangi. Suku tersebut merupakan keturunan rakyat Kerajaan Blambangan yang mengasingkan diri pada zaman Majapahit. Nama Osing diberikan oleh penduduk pendatang yang menetap di daerah itu pada abad ke-19. Penduduk Banyuwangi cukup beragam. Mayoritas adalah Suku Osing, namun juga mukim Suku Madura (mendiami wilayah Kecamatan Muncar, Wongsorejo, Kalipuro, Glenmore dan Kalibaru) dan Suku Jawa yang cukup signifikan. Terdapat pula minoritas suku Bali, Suku Mandar, dan Suku Bugis. Suku Bali banyak mendiami desa–desa di kecamatan Rogojampi. Bahkan di desa Patoman, Kecamatan Rogojampi seperti miniatur desa di Bali di Pulau Jawa. Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai sebuah sub-suku dari Suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal sebagai salah satu ragam tertua bahasa Jawa. Kompleksitas persoalan di Banyuwangi dicoba selesaikan melalui “belanja” masalah melalui program “Bunga Desa”. Sejak terpilih sebagai bupati dan wakil bupati di Banyuwangi berkat kemenangannya di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 lalu, Ipuk Fiestiandani bersama Sugirah terus melakukan berbagai terobosan. Program Bunga Desa merupakan salah satu penjabaran dari spirit Banyuwangi Rebound yang diusung Bupati Ipuk. Tiga pilar dari Banyuwangi Rebound, yakni penanganan pandemi, pemulihan ekonomi serta merajut harmoni. Saat mengunjungi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Katolik St Aloysius di Jajag, Gambiran akhir April 2022 kemarin, saya menangkap kesan semua keluh kesah pengelola sekolah ditampung dan dicarikan solusi segera oleh bupati. Walau Katolik menjadi agama minoritas di Banyuwangi, Ipuk tidak canggung bergaul dengan pastur dan suster di sekolah yang sudah berumur 54 tahun itu. Sekolah tersebut ikut menampung pelajar-pelajar yatim piatu dari Nusa Tenggara Timur untuk belajar dan ikut mengalami proses multikultural yang harmonis di Banyuwangi. Masih di Jajag pula program bedah rumah senilai Rp 15 juta untuk perbaikan fasilitas dasar seperti kamar mandi termasuk jamban dan sanitasi yang layak, dimaksudkan untuk meningkatkan kelayakan hunian sehat bagi warga. Tidak hanya itu, kebutuhan bulanan untuk makan dan kebutuhan hidup lainnya, dicarikan solusinya dengan pelibatan di program pemberdayaan masyarakat. Bunga Desa tidak hanya mengatasi persoalan di sisi hulu tetapi juga dicarikan solusinya di sisi hilir. Atasi dampak pandemi Sejak awal program Bunga Desa dimaksudkan untuk menggerakkan warga desa dan perangkat pemerintah untuk menuntaskan setiap persoalan yang ada. Agenda penanganan pandemi Covid-19, misalnya, tampak dari pelaksanaan vaksinasi yang terus digeber. Vaksinasi untuk warga yang dihelat di SD Negeri 2 Sosro Jajag, selain untuk booster juga melayani warga yang belum mendapat vaksinasi kedua. Bahkan vaksinasi juga dilakukan door to door untuk menyasar para lanjut usia (lansia). Dalam berbagai kesempatan termasuk di masjid, gereja dan klenteng saat bertemu dengan para pemuka agama dan sesepuh desa, Bupati Ipuk selalu mengajak warga segera melakukan vaksin booster sekaligus untuk tetap menggunakan masker. Walaupun angka positif penderita Covid-19 di Banyuwangi semakin menurun, langkah pencegahan dan selalu tetap mengedepan penerapan protokol kesehatan menjadi pilihan utama usai dampak pandemi sebelumnya yang begitu melumpuhkan perekonomian warga. Selain penanganan pandemi, sejumlah program Bunga Desa juga diarahkan untuk pemulihan ekonomi. Seperti halnya bantuan untuk kelompok perempuan tani, hingga usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi bagian penting dalam upaya pemulihan ekonomi di masa pandemi. Bantuan usaha yang diberikan kepada kelompok wanita tani Anggrek Bulan, misalnya, berupa bantuan produktif seperti bantuan ayam ternak dan kandangnya, benih ikan, dan juga bibit tanaman dan sayuran untuk dimanfaatkan di lahan warga. Program Bunga Desa yang sempat terhenti karena laju persebaran Covid-19 memasuki gelombang kedua beberapa waktu yang lalu, kini dihelat kembali di tengah penanganan pandemi yang mulai tertata. Selain meninjau infrastruktur desa di sejumlah titik, Bupati Ipuk juga memastikan pelayanan publik di desa-desa tetap berjalan dengan baik, meskipun dalam kondisi pandemi saat ini. Sektor pelayanan publik juga tak terlepas dari agenda Bunga Desa. Pelayanan administrasi kependudukan, perizinan sampai upgrade program smart kampung menjadi bagian wajib dari program kunjungan Bupati Ipuk tersebut. Bahkan sudah muncul inovasi-inovasi, seperti mengurus dokumen administrasi kependudukan cukup di warung kopi. Setiap pekan, Bupati Ipuk melakukan aktivitas kerja di satu desa sehari penuh. Ada puluhan ribu persoalan yang teratasi dari program Bunga Desa yang telah bergulir selama 17 kali digelar. Shalat Ashar yang dilakukan berjamaah, dimanfaatkan bupati untuk merajut harmoni dengan mengajak simpul-simpul masyarakat untuk bergerak bersama. Pesan yang akan disampaikan adalah menyapa masyarakat dan bersilaturahim dengan sejumlah tokoh masyarakat di masjid untuk mengajak bersama-sama membangun Banyuwangi. Program desa atasi stunting Menjadi yang pertama di tanah air, Banyuwangi segera menerapkan percepatan penurunan stunting sebagai key perfomance indicator atau pengukur kinerja kepala desa dan camat. Desa atau kecamatan yang tidak serius menangani penurunan stunting akan mendapat “hukuman” dari bupati. Sementara yang berhasil akan mendapat hadiah berupa sapi. Tidak hanya di level nasional, masing-masing kecamatan dan desa di Banyuwangi memiliki data berapa balita yang stunting, kepala keluarga yang belum memiliki jamban atau yang belum memiliki akses air bersih serta kondisi yang menjadi penyumbang potensial stunting. Setiap desa atau kecamatan memiliki data prevalensi stunting. Data by address dan by name di setiap desa dan kecamatan menjadi tolak ukur penerima bantuan sosial dengan intervensi spesifik dan intervensi sensitif untuk memastikan penanganan balita stunting. Dengan keberagaman dan kompleksitas wilayah yang berbeda, tentu langkah penanganannya dan pendekatannya berbeda pula. Di Jawa Timur, Kabupaten Banyuwangi termasuk daerah bersatus kuning karena memiliki angka prevalensi stunting 20,1 persen berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021. Artinya setiap 100 balita yang ada di Banyuwangi, ada 20 balita yang stunting. Pada akhir 2022 nanti, Banyuwangi mendapat target capaian angka prevalensi stunting 17,69 persen. Pada 2023 diharapkan melandai menjadi 14,84 serta pada 2024 menjadi 11,96 persen. Jika Banyuwangi mencapai angka ideal 11,96 persen pada 2024, maka akan memberikan kontribusi bagi Provinsi Jawa Timur yang ditargetkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencapai angka prevalensi stunting 13,51 persen pada 2024. Mengingat Jawa Timur memiliki jumlah penduduk yang besar, andai saja penurunan stunting di setiap kabupaten dan kota memberikan kontribusi yang maksimal, maka target nasional percepatan penurunan stunting ke angka 14 persen bukan lagi sekadar slogan kosong. Tidak salah Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi Ari Setiadi memberi “ponten” bagus untuk Program Bunga Desa. Selain efektif untuk mendekatkan diri dengan rakyat, Bunga Desa juga bisa menyelesaikan permasalahan di tingkat desa termasuk akselerasi penurunan stunting. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi berharap segala inovasi yang dilakukan Bupati Ipuk dapat menjadikan Banyuwangi semakin maju. Capaian yang diperoleh Banyuwangi dengan segala inovasinya menjadi yang tertinggi, baik di Jawa Timur maupun nasional serta bisa menjadi inspirasi untuk desa-desa lainnya di tanah air. Sejatinya, Program Bunga Desa adalah upaya merevitalisasi spirit gotong royong pemerintahan daerah bersama seluruh jajarannya hingga tingkat desa untuk jemput bola layanan dan mencari solusi atas masalah yang ada di desa. Saya jadi terngiang-ngiang dengan ucapan tulus dari Nur Kholidah, mantan penyintas tuberkulosis yang berhasil sembuh berkat penanganan program Bunga Desa di Kecamatan Songgon. “Saya dulu yang pasrah dengan penyakit TBC, akhirnya tersadar bahwa kehidupan itu harus diperjuangkan. Dengan bantuan aparat desa hingga bupati, akhirnya saya dirujuk ke Puskemas Songgon dan berhasil sembuh. Matursuwun sanget Bu Bupati” (Nur Kholidah – warga Desa Sumberarum, Songgon, Banyuwangi). Di Banyuwangi-lah kita tersadar, nilai-nilai kebangsaan yang terukir indah dalam butir-butir pengamalan Pancasila dilakukan dengan “semenjana” tanpa persamuhan basa-basi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Terpikat “Bunga Desa” di Banyuwangi”, Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2022/04/05/073734478/terpikat-bunga-desa-di-banyuwangi?page=all#page2.

Editor : Sandro Gatra

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: 
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

By Luqman

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *